TERIMA KASIH TELAH MENGIRIMKU SAMPAI HARI INI
Kali ini aku duduk di pagi yang cerah, ditemani suara orang
– orang yang tertawa dengan gembira. Aku menghela napas, tersenyum memikirkan
dan menyadari jika hari ini adalah hari pertama liburan panjang dimulai. Aku
belum punya rencana apapun untuk liburan panjang kali ini. Aku sedang
memikirkannya. Memikirkan apa kira – kira yang harus kuperbuat agar liburan ini
tidak berakhir begitu saja dengan sia – sia. Aku tidak ingin waktuku yang
begitu singkat terbuang Cuma – Cuma. Maka hal pertama yang dapat aku lakukan
ketika berpikir tentang memanfaatkan waktu adalah dengan menulis. Ya, saat ini
aku hanya tahu menulis sebagai hal yang paling baik yang bisa kulakukan.
Menulis buatku adalah berpikir dan merenung.
Aku terus saja merasa khawatir akan masa depanku. Apa yang
akan terjadi jika aku tidak menulis sekarang? Apa yang bisa kulakukan lebih
baik daripada menulis? Aku sungguh tidak tahu. Jika memang aku ditakdirkan
untuk menulis, aku mohon Ya Allah, biarkan dengan cara ini aku meraih semua
impianku. Sungguh, jari – jari tanganku tak berdaya apapun tanpa kehendakmu.
Otak ini terlalu sempit untuk merangkai kata demi kata menjadi kalimat, kalimat
menjadi bab dan akhirnya menghasilkan sebuah karya yang pada akhirnya membuatku
tersenyum puas. Jika bukan karena kehendakmu, aku tidak akan pernah bisa
menuliskan semua ini. Aku tidak akan pernah memiliki kata – kata terima kasih
seperti yang sedang kuutarakan.
Satu bulan lagi, tahun ajaran baru akan dimulai. Itu tahun
ketigaku di Sekolah Menengah Atas. Aku tersenyum mengingat begitu singkatnya
waktu dua tahun berlalu. Aku bahkan belum sempat merangkai kenangan indah
dengan semua sahabatku. Tapi begitu aku terpejam dalam tidurku, aku sadar, jika
aku telah membuat banyak kenangan. Aku telah melalui banyak kenangan, kenangan
indah dan kenangan buruk yang terjadi telah bercampur menjadi sebuah memori
yang tak ingin aku lupakan setiap detailnya. Mungkin tidak untuk kalian, tapi
untukku, semua itu akan menjadi hal indah yang akan tetap kukenang seumur
hidupku.
Saat ini aku belum bisa tersenyum sepenuhnya. Tapi aku
benar – benar banyak tersenyum belakangan ini. Entah kenapa, Allah memberiku
banyak sekali kebahagiaan sampai – sampai aku bingung bagaimana harus berterima
kasih. Aku sungguh bersyukur atas segala yang aku miliki sekarang. Dan untuk
yang belum aku miliki, aku akan tetap berusaha semampuku. Jika kalian tidak
juga tergapai olehku, jika memang itu bukan garis takdir yang dituliskan Tuhan
untukku, aku akan tetap tersenyum dengan tegar. Aku tetap akan melangkah
meskipun berat langkahku. Aku tetap akan menatap lurus ke depan. Karena aku
yakin dan berusaha meyakinkan diriku sendiri jika tak ada yang tidak mungkin
jika kita mau berusaha, tidak ada yang mustahil selama itu masih dalam kehendak
Allah.
Aku melirik jam yang bergantung di dinding, jarumnya terus
berdetak dengan irama konstan. Aku tersenyum lagi. Menghela napas sekali lagi
dan akhirnya mulai memainkan jariku diatas keyboard. Aku sangat sadar akan
usiaku sekarang, aku sekarang enam belas tahun hampir tujuh belas. Satu bulan
lagi aku akan menginjak angka tujuh belas. Terkadang aku ingin menangis
memikirkan ini. Begitu banyak hal yang telah aku rencanakan untuk usiaku yang
ketujuh belas.
Aku mengangkat wajah sejenak menatap kelender di dinding
samping layar monitorku, disana tertuliskan ‘JUNE’ dengan sebuah post it kuning
tertempel disisinya. Aku bahkan sudah menempel post it dari bulan Januari
sampai bulan Juli. Ya, berkahir di bulan kelahiranku. Aku sudah merencanakannya
disana. Aku benar – benar ingin menjadi berarti di usiaku yang ketujuh belas
nanti. Berarti untuk orang – orang disekitarku, berarti untuk diriku sendiri.
Tapi nyatanya, semuanya tak berjalan seperti yang telah kutuliskan di setiap
lembar pergantian bulan di kalender di kamarku itu. Banyak hal – hal yang
terjadi tak sesuai prediksiku. Aku memang bukan seorang mentalis yang bisa
menebak atau memprediksi dengan akurat. Tapi kupikir, para mentalis juga tidak
bisa memprediksikan apa yang akan kualami di usiaku yang ketujuh belas nanti.
Begitu banyak hal yang telah aku rencanakan sampai – sampai aku terus
memikirkannya setiap hari. Tapi, begitu memandang langit di setiap malam yang
kulalui, perlahan aku mulai tersadar jika aku tidak boleh terus menerus hidup
dalam mimpi. Aku harus bangkit dan terbangun. Inilah hidupku, seperti inilah
diriku. Dan satu – satunya hal yang paling baik kulakukan saat ini adalah
mensyukurinya.
Hidup itu seperti skenario Film. Penulis memang telah
merancang skenarionya sehingga menjadi begitu menarik, tapi nyatanya,
sutradaralah yang paling berhak mewujudkan skenario itu menjadi sebuah Film
yang dapat disaksikan orang banyak. Dalam perumpamaan ini, Sutradara itu adalah
Tuhan.
Dan aku yakin, skenario Tuhan adalah skenario terbaik yang
pernah dibuat. Dan mulai saat ini, aku tidak akan membuat skenario atau target
– target lagi dalam hidupku. Karena aku percaya Allah pasti mendengarkan doa
disetiap sujudku. Ia pasti tahu betul apa yang sebenarnya ada di dalam hati
ini. Aku hanya perlu menjalani hidup dengan terus melakukan yang terbaik yang
bisa kulakukan. Jika Allah mengizinkan, maka semuanya akan indah pada waktunya.
Terima kasih telah mengirimku ke dunia sampai hari ini,
sampai detik ini. Aku masih menanti datangnya seorang pangeran yang benar
–benar mencintaiku apa adanya. Yang menenangkan hati, bukan membuat hatiku
semakin resah. Dan untuk saat ini, jika aku tidak bisa mendapatkan orang yang
sedang kucintai, maka mungkin Allah telah menyiapkan seseorang yang lebih baik
untukku. Seseorang yang juga sedang memperbaiki dirinya. Seseorang yan juga
sedang berusaha melakukan yang terbaik dalam hidupnya. Kelak suatu hari jika
aku bertemu dia, aku akan tersenyum lebar dan menunjukkan betapa bahagianya
bisa bertemu cerminan diriku sendiri dalam sosoknya.
Satu hal yang aku tegaskan, aku tidak akan menyesal lagi.
Walaupun begitu banyak hal terjadi tak sesuai keinginanku, aku tidak akan
menyesal lagi. Aku justru berterima kasih telah dikirim menjadi diriku yang
sekarang, diriku yang menulis semua ini. Dan dengan semua yang telah kulalui,
akhirnya aku belajar untuk tegar dan tetap tersenyum meski sedang terluka. Aku
belajar bagaimana cara bekerja keras untuk meraih semua keinginanku. Aku benar
– benar menyukai jalan yang ditunjukkan Allah padaku sekarang. Dia memberiku
jalan yang terbaik yang bisa kutempuh, bukan jalan yang ingin kuambil tapi
tidak aman. Dia tahu betul mana yang terbaik untukku.
Aku mulai kehabisan kalimat. Tapi entah kenapa aku belum
mau menyudahi cerita ini. Kali ini, aku mengingat betapa berbedanya aku dengan
teman – temanku yang lain. Ketika mereka sibuk dengan pacar mereka, ketika
mereka sibuk bermain dan berkumpul dengan teman – temannya, aku justru lebih
banyak menghabiskan waktu di depan layar monitor, memainkan jari – jariku
diatas keyboard. Terkadang, aku iri pada mereka yang bisa dengan santainya
menghabiskan waktu muda dengan banyak bersenang – senang tanpa khawatir akan
masa depan mereka. Tapi lagi – lagi aku dibuat sadar kalau sebenarnya akulah
yang paling bahagia. Akulah yang paling banyak tersenyum pada akhirnya.
Walaupun aku tidak punya seorang kekasih, walaupun aku tidak ikut berkumpul
bersama mereka, tapi aku selalu merasa senang dan tidak pernah kekurangan
teman.
Aku punya banyak waktu untuk memikirkan diriku sendiri,
memikirkan apa yang akan kulakukan, memikirkan hal baik untuk diriku tanpa
harus memikirkan pacar atau orang lain. Dan mereka tidak memiliki semua itu
kan? Mereka tidak punya kebebasan masa muda seperti aku. Dan aku tidak menyesal
akan hal itu.
Lain kali, mungkin aku akan pergi ke mall sendiri, pergi ke
toko buku sendirian, belanja sendirian, ya… melakukan apa yang aku mau tanpa
tekanan siapapun.
Aku memang menginginkan seorang pacar, tapi aku lebih
menginginkan kebebasan. Untuk saat ini, aku benar – benar menikmati semuanya.
Tidak peduli seperti apa laki – laki yang mendekatiku saat ini, aku belum mau
membuka hati ini untuk siapapun juga kecuali dia. Aku masih akan menunggu dia
mengetuk pintu yang di dalamnya telah ada diriku yang sibuk mempersiapkan rumah
agar ketika ia masuk, rumah itu sudah terlihat rapi dan siap ditempati.
Sehingga ia bahkan tidak mampu dan tidak akan pernah ingin menginjakkan kakinya
keluar dari rumah itu lagi. Dan rumah itu adalah hatiku.
Aku melirik jam lagi, kali ini dengan senyum yang lebih
pasti. Aku sudah lebih tenang. Saatnya aku akhiri. Masih ada banyak hal yang
ingin aku ceritakan, tapi kurasa, lain kali kalian akan mendengar kelanjutan
kisah ini lagi. Selama nyawaku masih berdetak, kisahku ini tetap akan
berlanjut.
Baiklah, aku harus merapikan rumah sebelum pangeranku
datang. Masih banyak yang harus kulakukan, lebih baik aku segera
menyelesaikannya agar dia juga cepat tiba. Aku tidak sabar menanti senyumnya
begitu aku menyibakkan daun pintu nanti. Aku tidak sabar menantinya. :)
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan bahasa yang sopan dan mohon tidak menyebarkan link hidup di kolom komentar. Terima kasih.