Annyeong 2005!!! Chapter 5 (Cross Gene Fanfiction)
CHAPTER 5
(SESEORANG DARI MASA LALU)
“Yoo Ra-ya,” Seru Paman Lee dari dapur,
“Ruangannya sudah rapi?”
“Sebentar lagi, Ahjusshi.” Balas Yoo Ra
sambil tetap mengelap meja rendah di hadapannya. Ia menyiapkan sebuah ruangan khusus
yang tertutup. Ruangan ini biasanya digunakan untuk menjamu tamu istimewa atau
kadang juga disewakan untuk meeting. Ruangan yang di desain dengan konsep
tradisional khas Korea itu tampak telah rapi.
“Yup, selesai.” Yoo Ra berdiri sambil
tersenyum puas. Ia langsung berlari ke dapur menghampiri Paman Lee yang tengah
memasak bersama beberapa orang karyawannya.
Yoo Ra tak bisa mengatupkan mulutnya
saking terkejut melihat hidangan – hidangan yang tersedia.
“Ahjusshi, semua makanan ini untuk
mereka?” tanya Yoo Ra.
Paman Lee tersenyum, “Tentu saja.
Bagaimana menurutmu?”
Yoo Ra mengambil sendok kecil dan
mencicipi beberapa masakan. Ia mengecap sebentar kemudian berdecak kagum,
“Huaw, ini sempurna.”
Paman Lee tersenyum puas, “Baiklah,
bantu menghidangkan makanan pembuka. Keluarkan sedikit saja. Sisanya tunggu
mereka datang!”
“Oh ya,” Yoo Ra menggamit lengan Paman
Lee dengan manja, “Ahjusshi,”
Paman Lee yang sudah menganggap Yoo Ra
seperti anaknya sendiri. Ia menatap Yoo Ra heran, “Waeyo?”
“Kali ini, siapa yang datang?” Yoo Ra
memasang wajah penasaran.
Paman Lee mengangkat bahu, “Menurutmu?”
Yoo Ra memasang tampang berpikir, lalu
menggeleng.
“Sudahlah, bukan siapa – siapa.” Ujar
Paman Lee, “Santailah, mereka bukan orang – orang berdasi. Kau tidak perlu
takut.”
Paman Lee menepuk pundak Yoo Ra lalu
berlalu meninggalkan dapur.
Bukan orang – orang berdasi? Itu
artinya…
Yoo Ra tersenyum lebar. Bintang kpop
bukan orang – orang berdasi tapi mereka orang penting. Bukankah begitu?
Tiba – tiba, seorang pria tinggi dengan seragam
celemek hitam masuk ke dapur. Pria itu heran melihat tampang bahagia Yoo Ra.
Yup, pria itu Lee Jin Goo- anak Paman Lee.
“YA!” Jin Goo menjitak kepala Yoo Ra,
“Kenapa dengan wajahmu? Kenapa senang begitu?”
Yoo Ra mengaduh pelan, Jin Goo memang
biasa menjitak kepalanya, dan Yoo Ra tidak pernah marah. “oh, kau sudah
kembali. Waeyo? Memangnya wajahku kenapa? ”
Yoo Ra mulai memasang wajah biasa. Ia
berlagak sibuk merapikan makanan.
Jin Goo berkacak pinggang menatapnya,
“YA! Ada apa?”
Yoo Ra ikut berkacak pinggang, ia
memiringkan kepalanya lalu bertanya dengan nada menyelidik, “Apa kau tahu
sesuatu tentang pelanggang reservasi khusus malam ini?”
“Reservasi khusus? Memangnya kenapa?”
“Kau tahu mereka siapa?” tanya Yoo Ra
lagi, ia melangkah mendekati Jin Goo. “Bintang kpop?”
“YA!” Jin Goo berseru marah, “Bintang
kpop katamu? Aku sudah menyuruhmu untuk berhenti mengagumi hal – hal seperti
itu. Kau tidak dalam usia yang pantas untuk memikirkan kpop. Sadarlah!”
Yoo Ra mendengus, “Memangnya kenapa?
Ahh… aku semakin yakin yang datang bintang kpop. Benar kan?”
Jin Goo tertawa sumbang, “Benarkah? Kita
lihat saja!”
Tepat pada saat itu, terdengar suara
mobil menepi di pelataran depan restoran. Suara Paman Lee terdengar memanggil
Yoo Ra dan Jin Goo. Untuk sesaat, Yoo Ra dan Jin Goo hanya saling berpandangan.
Kemudian, Yoo Ra memasang senyum lebar.
“Kajja! Kita bertemu bintang kpop!”
Jin Goo hanya pasrah ketika Yoo Ra
menarik tangannya keluar dari dapur.
***
Bintang
kpop?!
Yoo Ra menatap tamu ruang reservasi
khusus dengan tatapan seolah pria di depannya itu adalah makhluk planet lain.
Jin Goo yang berdiri di sampingnya hanya mampu mengatupkan mulut rapat – rapat,
menahan tawanya meledak.
“Nuguseyo?” tanyanya heran. Ia menatap
pria di hadapannya itu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Pria itu tidak
terlalu tinggi, wajahnya tampak biasa – biasa saja, dan dari lemak berlebih
yang tampak di sana sini, Yoo Ra tahu pria ini bukan selebriti atau bintang
kpop seperti dugaannya.
“YA! Apa yang kaulakukan!” Jin Goo menyenggol
bahunya. Sahabatnya itu sudah kembali menguasai diri dan tampaknya sedang
menyimpan tawanya untuk mengejek Yoo Ra nanti.
Yoo Ra memberengut kesal tapi terpaksa
menyunggingkan senyum sopan. “Mianhaeyo, silahkan masuk.”
“Mari silahkan.” Jin Goo membimbing pria itu
masuk ke ruang reservasi.
Yoo Ra menghela napas dan mengikuti Jin
Goo dari belakang. Siapa orang itu? Dia tidak tampak seperti orang penting.
“Aku bersama teman – temanku. Mereka
akan menyusul.” Ucap pria berlemak itu sambil tersenyum ramah. “Siapkan untuk
sekitar sepuluh orang.”
“Aku Yoo Jae Jin.” Lanjutnya
memperkenalkan diri.
“Oh, baik, Tuan Yoo.” Jin Goo tersenyum,
“Sambil menunggu, silakan dinikmati hidangannya.” Ujar Jin Goo lalu menarik Yoo
Ra keluar dari ruangan.
“Oh, jadi itu bintang kpop?” Jin Goo
menatap Yoo Ra dengan tatapan mengejek. Ia cekikikan puas karena berhasil
mempermainkan Yoo Ra.
Yoo Ra yakin wajahnya memerah, tapi ia
tak punya kalimat perlawanan apapun. Ia hanya menjitak kepala Jin Goo lalu
melengos pergi.
“YA! Kau mau kemana?!”
Yoo Ra tak mempedulikan panggilan itu,
“Ah, molla!” ujarnya tanpa menghentikan langkah.
Benar – benar menyebalkan!
“Bukankah dia senang sekali
mempermainkanku!” Yoo Ra melepas celemeknya dengan gerakan kasar dan
melemparnya ke meja. Ia mengabaikan tatapan aneh beberapa pengunjung. Apa
peduli mereka!
Yoo Ra berjalan keluar toko. Tunggu
dulu. Ia menghentikan langkah dan menoleh. Sekelompok pria berbaju serba hitam
melangkah masuk ke dalam toko. Mereka mengenakan masker dan topi sehingga tak
satu pun terlihat wajahnya. Yoo Ra merapatkan tubuh ke pintu kaca toko agar
orang – orang itu bisa masuk dengan leluasa.
Mereka masuk ke dalam ruang reservasi
khusus. Ah, mungkin mereka teman si pria berlemak tadi. Ternyata pria berlemak
itu punya banyak teman yang tinggi – tinggi. Yoo Ra tak ingin pikirannya mulai
melantur lagi. Ia pun mengabaikan hal itu dan berjalan keluar toko.
Angin musim semi berhempus pelan. Sejuk
sekali rasanya. Yoo Ra membiarkan angin itu menghilangkan penatnya. Ia
memejamkan mata sejenak. Rasanya lebih baik. Hari ini terasa begitu panjang. Pikirannya
sedang kalut, jadi mungkin itu yang membuatnya cepat marah.
“Sadarlah, Park Yoo Ra,” Ia memukul
pelan kepalanya.
Bukk!!
“Oh ya ampun!” pekik Yoo Ra ketika tiba
– tiba ia merasa sebuah benda menubruknya keras. Ketika ia membuka mata,
tubuhnya sudah terhuyung ke tanah. “Apa itu?”
“Oh, agashi, mianhaeyo.”
Yoo Ra mendongak menatap seorang pria
berpakaian serba hitam yang berdiri di hadapannya. Perlu beberapa detik baginya
untuk menajamkan penglihatan.
Pria itu berjongkok di hadapannya.
Memandangnya dengan raut wajah cemas.
Yoo Ra yakin tampangnya pasti terlihat
sangat bodoh. “Kau…” Tiba – tiba saja ia kehilangan kata – kata.
“Gwaenchana?” tanya pria itu masih
dengan tatapan cemas.
Yoo Ra mengangguk linglung.
Pria itu mengulurkan tangan kearahnya
sambil memasang senyum lebar. Refleks, Yoo Ra maraih uluran tangan itu dan
membiarkan dirinya ditarik berdiri.
Pria itu menatap sekelilingnya dengan
raut wajah cemas, kemudian mengenakan hoodie jaketnya, seolah takut akan sesuatu.
Ia kembali menatap Yoo Ra yang masih dalam kondisi belum sepenuhnya sadar. “Aku
terlalu buru – buru sampai tak melihat ada orang di depanku. Kau baik – baik
saja kan?”
“Ne,”
“Kau mengenaliku?” tanya pria itu lagi.
“Ne,”
“Baiklah,” Pria itu tersenyum santai, ia
menepuk pundak Yoo Ra sambil memasang wajah imut, “Ya, aku Kim Yongseok, jangan
beritahu siapa – siapa ya! Aku percaya padamu.”
Yongseok berjalan pergi memasuki toko.
Yoo Ra hanya mematung bingung melihat
Yongseok memasuki ruang reservasi. Jika Yongseok disini, lalu, pria – pria
tinggi berpakaian hitam itu siapa?
Oh ya ampun, dugaannya benar.
***
Waktu sudah menunjukkan lewat tengah
malam. Meja rendah di hadapannya penuh dengan botol – botol soju yang telah
kosong. Piring – piring bekas makanan juga berjajar menyisakan sedikit sisa
tanda sudah tak sanggup dihabiskan. Manajer Kim menatap anak – anaknya dengan
wajah setengah mengantuk. Ia sengaja tak minum terlalu banyak karena yakin hal
ini akan terjadi. Ia menepuk pundak Jae Jin keras, membuat temannya itu
terlonjak kaget.
“Wae?” tanya Jae Jin sambil mengucek
mata.
“Kau ini manajer macam apa? Cepat bangun!”
bentak Manajer Kim. Jae Jin adalah salah satu staf Amuse yang ditugaskan untuk
membantu Manajer Kim mengurus Cross Gene.
Takuya mendengar keributan itu. Ia yang
sedari tadi tertidur bersandar di dinding menatap sekeliling dengan mata
menyipit.
“YA, Takuya kau bangun?” Manajer Kim
menyodorkan sebotol air pada Takuya, “Apa kau mabuk?”
“Hm?” Takuya belum sepenuhnya sadar. Ia memijat
pelipisnya, kepalanya terasa berdenyut, tapi ia tidak mabuk, hanya terasa
begitu lelah.
“Aniya,” jawabnya lalu meneguk botol
minumnya sampai habis. “Bagaimana dengan mereka?”
“Ayo kita harus memindahkan mereka ke
mobil. Harusnya aku tak membiarkan mereka begini, merepotkan sekali.” Manajer
Kim mulai mengomel. Ia berkacak pinggang melihat posisi tidur aneh anak –
anaknya.
Shin menelungkupkan kepalanya di meja,
sementara Yongseok menjatuhkan kepala dan tangannya diatas kepala Shin dengan
posisi telungkup juga. Sangmin terguling di lantai dengan tangannya yang masih
memegang gelas, Seyoung tertidur pulas dan Casper memeluknya seolah dia adalah
guling.
“Yongseok-a, bangun!” Jae Jin menarik
lengan Yongseok, tapi Yongseok hanya menggeliat pelan tanpa sedikit pun membuka
matanya.
“Takuya, kau bisa bantu membawa mereka?”
tanya Manajer Kim sambil mengamati wajah Takuya, “Kau yakin tidak mabuk?”
“Manajer, apa kau lupa sejak tadi siapa
yang paling cerewet melarang mereka minum terlalu banyak? Aku kan.” Takuya
bangkit berdiri, menegaskan bahwa ia tidak mabuk. Sejak tadi ia hanya minum
sedikit dan lebih banyak mengingatkan teman – temannya, ya tapi apa boleh buat
jika berakhir seperti ini.
“Ah, ne, kau besok ada wawancara kan?”Manajer
Kim teringat akan jadwal individu Takuya, “Itu sebabnya kau tidak ingin mabuk. Harusnya
mereka semua seprofesional kau. Ah, aku seperti merawat anak kecil jika
berhadapan dengan mereka.”
Takuya hanya tertawa kecil mendengar
omelan Manajer Kim. Ia tahu Manajernya itu tidak sungguh – sungguh marah. Manajer
adalah Manajer yang baik dan perhatian. Omelannya memang sudah menjadi semacam
rutinitas member Cross Gene. Dia sudah seperti ibu yang selalu memperingati ini
itu pada anaknya.
“Ya sudah, kita harus cepat memindahkan
mereka.” Jae Jin sudah mulai membopong Yongseok.
“Baiklah.” Takuya menangani Shin.
Mereka memapah satu persatu. Tanpa
mereka sadari, sesuatu terjatuh di ruangan itu. Tak ada yang tahu, sampai
ruangan itu kosong. Tak ada yang melihat. Benda itu tercampur bersama sampah –
sampah botol di kolong meja. Tak dihiraukan.
***
“Yoo Ra-ya!”
Seruan itu membuat Yoo Ra tersentak kaget. Jin Goo sedang
menatapnya sambil tersenyum jahil. “Harusnya aku membiarkanmu disini sampai
toko tutup, tapi tampangmu itu membuatku berubah pikiran.”
Yoo Ra menatap kesekeliling, toko sudah sepi, hanya ada
dirinya dan Jin Goo yang duduk berhadapan di salah satu meja. Ia pasti
ketiduran.
“Ini jam berapa?” tanyanya.
“Hampir jam tiga pagi.”
“Apa?!” Yaampun, ia benar – benar ketiduran. “Apa mereka
sudah pulang?”
“Mereka siapa?” Jin Goo memasang wajah pura – pura tidak
tahu. Padahal ia tahu jelas siapa yang dimaksud sahabatnya itu. Sejak tadi, Yoo
Ra terus saja merengek minta diizinkan mengintip kedalam ruang reservasi, tapi
Jin Goo melarangnya keras. Jadilah gadis itu duduk merajuk sampai akhirnya
ketiduran.
“Mereka!” Yoo Ra menegaskan keras. Ia mengecek ruang
reservasi. Ruangan itu sudah bersih. Yoo Ra menatap Jin Goo kesal.
Jin Goo menggaruk kepalanya salah tingkah. “Ya sudah ya, aku
pulang duluan, kau bisa pulang sendiri kan?”
“Aku tidak pulang.” Jawab Yoo Ra kesal, “Kunci saja pintunya!”
Ia masuk ke ruang reservasi dan membanting pintu dengan keras, tak mempedulikan
Jin Goo.
***
Mobil fan hitam yang dikemudikan Manajer Kim melaju bebas di
jalan malam kota Seoul. Jae jin duduk di samping kemudi dengan mata terpejam. Ia
melirik spion tengah, member Cross Gene juga tertidur pulas, hanya Takuya yang
masih terjaga. Anak itu memandang keluar jendela, sibuk mengamati deretan
pertokoan di sepanjang jalan. Tapi Manajer Kim tahu pikiran anak itu sedang
melayang entah kemana.
“Takuya, kau tidak tidur?” tanyanya memulai percakapan.
Takuya menggeleng, “Aku sudah tidur tadi.”
“Hari yang melelahkan bukan?”
“Tapi menyenangkan,” balas Takuya.
“Ya,” Manajer Kim tertawa, “Aku senang kalian menikmatinya.”
“Manajer…” panggil Takuya. Ia menatap Manajernya datar.
Manajer Kim melihat ekspresi wajah Takuya dari spion tengah, “Ada
yang mengganggu pikiranmu?”
“Bolehkah aku tidak ke dorm malam ini?” tanya Takuya, lebih
ke memohon.
Manajer Kim mengeryitkan kening, “Waeyo? Kau ingin kemana? Besok
kau ada wawancara.”
“Aku tahu,” ucap Takuya tenang, “Tapi, bisakah kali ini saja?
Aku pastikan besok aku tak akan terlambat pergi ke lokasi wawancara.”
Manajer Kim menimbang sesaat. Ia harusnya tak mengizinkannya,
tapi, melihat wajah Takuya yang tampak serius, akhirnya ia mengiyakan
permintaan itu.
“Baiklah. Aku akan mengirimkan alamat lokasinya padamu. Pastikan
kau tidak terlambat.”
“Aku akan membawa Shin bersamaku.”
“Kenapa harus membawa Shin?”
“Kurasa ada yang perlu
kami bicarakan.” Takuya menghela napas, “Kau bisa menurunkan kami di depan apartemen
Leopard. Jangan khawatir, aku akan menjaganya.”
***
Yoo Ra berbaring di lantai ruang reservasi,
berusaha memejamkan mata tapi tak kunjung bisa. Ia hanya terdiam menatap langit
– langit putih yang kosong. Sekarang apa yang sedang dilakukannya? Ia bahkan
merasa cemas pada orang – orang yang sama sekali tak mengenalinya. Semua kejadian
yang terjadi hari ini membuat pikirannya berputar tak tentu arah.
Bagaimana bisa Cross Gene datang ke tempat
ini? Dari sekian banyak restoran di Seoul, kenapa harus ke tempat ini?
Setelah kejadian di apartemen, fanmeeting
di kampusnya, dan sekarang di tempat kerjanya. Apa ini? Kebetulan yang aneh. Seolah
semuanya telah direncanakan. Skenario yang sempurna. Orang – orang biasa
menyebutnya takdir.
Ia tertawa sendiri memikirkannya. Takdir? Mana
mungkin ia mempunyai takdir bersama orang – orang itu?
Yoo Ra memiringkan tubuh ketika tubuhnya
mulai terasa pegal. Tanpa sengaja matanya menangkap sebuah benda berwarna hitam
mengilap tergeletak di bawah meja. Apa itu?
Yoo Ra memungutnya. Sebuah dompet kulit. Rasa
penasaran mengalahkan perasaan takutnya. Ia membuka dompet itu. Tak ada banyak
uang di dalamnya. Hanya ada banyak kartu, dan ada sebuah foto terselip diantara
kartu – kartu. Ia mengerjapkan mata berulang kali, memastikan apa yang
dilihatnya.
Dalam foto itu, seorang pria dan wanita
tersenyum lebar kearah kamera. Mereka berdua mengenakan bando mickey mouse yang
sama. Sang pria memeluk wanitanya dengan sebelah tangan, jari telunjuk dan
tengah tangan lainnya membentuk huruf ‘V’ , sementara si wanita tertawa bahagia
sambil sebelah tangannya terangkat ke atas. Foto itu berlatarkan pemandangan
wahana permainan. Apakah itu di disney land? Entahlah. Satu kata yang bisa ia
simpulkan untuk menggambarkan foto di tangannya. Bahagia.
Yoo Ra duduk bersandar ke dinding, tubuhnya
terasa begitu lemas tak bertenaga. Foto itu seolah menyerap keluar seluruh energinya
yang tersisa. Ia tahu siapa pemilik dompet ini. Orang yang sama seperti yang
ada di dalam foto.
Shin won ho.
***
“Sun Hee-ya!”
“Sun Hee…”
Takuya menoleh menatap Shin yang tertidur
pulas di ranjangnya. Mereka sekarang ada di apartemen Shin.
“Sun Hee…” panggil Shin dengan mata
terpejam. Keningnya berkerut takut, wajahnya berkeringat. “Sun Hee-ya, Choi Sun
Hee…”
Takuya berjalan mendekati Shin dan duduk di
tepi ranjang. Digenggamnya tangan sahabatnya itu. Perlahan, Shin mulai tenang,
seolah merespon genggaman tangan Takuya.
Takuya menoleh menatap sebuah foto yang
terpajang di meja disisi ranjang milik Shin. Foto itu tak pernah beranjak dari
sana sejak dua tahun lalu. Dalam foto itu, seorang gadis cantik dengan kamera
di lehernya tersenyum anggun. Takuya tersenyum menatap foto itu.
“Choi Sun Hee, kurasa Shin merindukanmu.”
TO BE CONTINUED...
Thanks sudah menyempatkan diri membaca chapter 5 ini. Komentar dan reaksinya selalu saya tunggu. Sampai jumpa di chapter 6... ^^ Yang mau request sesuatu untuk kelanjutan cerita bisa coret - coret di kolom komentar, nanti akan coba saya masukan idenya di chapter selanjutnya.
lanjut terus author :D lama2 ceritanya bikin penasaran hehe..
BalasHapusoke pasti itu...^^
Hapus