Annyeong 2005!!! Chapter 3 (Cross Gene Fanfiction)
CHAPTER 3
(TAKDIR BERBICARA)
BACA JUGA Annyeong 2005!!! Chapter 1 dan Annyeong 2005!!! Chapter 2
Suasana perpustakaan kampus siang ini tidak
ramai. Kebetulan kuliah Yoo Ra sudah selesai, jadi ia bebas menghabiskan waktu
di perpustakaan dengan buku – buku tebal. Sebagian adalah buku kuliah, dan
sebagian lagi adalah novel – novel berbahasa inggris yang baru saja ia pilih
dari deretan novel – novel terbaru milik perpustakaan kampusnya itu.
Seperti kebiasaannya, ia akan mengambil tempat
duduk dekat jendela besar. Tempat favoritnya di perpustakaan. Ia menguap
kemudian menoleh menatap jam dinding, sudah hampir pukul satu siang, tapi ia
bahkan tak punya keinginan untuk pulang. Padahal kuliahnya sudah selesai sejak
satu jam yang lalu. Karena malas pulang, maka ia memilih menghabiskan waktu
disini.
Ia kembali terfokus pada buku tebal di
hadapannya, sebuah novel terbaru karya seorang penulis terkenal. Tiba – tiba,
terdengar suara ponsel berdering singkat. Yaampun, mengganggu saja. Ia menoleh
ke beberapa orang yang duduk di sekitarnya, ia segera menyadari bahwa itu bunyi
ponselnya ketika orang – orang balas menatapnya dengan tatapan yang seolah
berkata ‘Dasar berisik’ atau mungkin ‘sebaiknya kau mengubah mode menjadi
silent’ ya…
Ia merogoh saku celananya dan tersenyum
meminta maaf, “Mianhae.”
Sementara orang – orang sudah kembali dengan
aktivitas masing – masing, ia mengecek ponselnya. Sebuah sms masuk dari Lee Min
Ah. Beberapa detik kemudian, Yoo Ra mendapati dirinya terpaku di tempat setelah
membaca isi pesan dari sahabatnya.
Ia menoleh ke jendela besar, berusaha
melihat apa yang terjadi di luar perpustakaan, tepatnya di halaman kampusnya.
Ia menyadari jantungnya berpacu lebih cepat, senyumnya mengembang lebar, dan ia
tahu dirinya benar – benar bahagia. Tanpa banyak bicara, ia pun segera
menyambar tasnya dan berlari keluar perpustakaan.
Park
Yoo Ra, kau dimana? Aku mencarimu kemana – mana? Apa kau sudah pulang? Jika
belum, cepat datang ke halaman kampus. Mereka ada disini. Cross Gene datang ke
kampus kita.
***
Angin berhembus cukup kencang, tapi matahari tidak terik.
Bahkan bisa dikatakan cukup bersahabat. Cuaca yang bagus. Akan sangat bagus
jika menyapa penggemar di saat – saat seperti ini. Mungkin hal itu yang
dipikirkan pihak agensi Cross Gene saat ini. Mereka mengatakan akan melakukan
fan meeting dadakan di sini. Ya di sini, tempat sekarang Yoo Ra berdiri
mematung dan memandangi segerombolan gadis – gadis yang tengah mengerumuni
Cross Gene seperti semuat – semut yang kelaparan.
Yoo Ra terlalu terkejut untuk bisa melakukan hal lain selain
berdiri di jarak lebih dari satu meter. Ia bukan terkejut karena idolanya
datang tiba – tiba, ia hanya tak tahu apa yang dipikirkannya saat ini. Matanya
hanya tertuju pada satu titik, ke satu orang di tengah – tengah kerumunan.
Suara teriakan para gadis disana bahkan tak mengusik pikirannya sama sekali.
Orang itu, orang yang menolongnya, orang yang selalu hadir
dalam setiap angan – angannya ada di sana. Tersenyum pada setiap gadis yang
menyapanya. Semua orang memujinya, membanggakannya, ingin memeluknya atau
mungkin hanya bersentuhan tangan dengannya.
Bersentuhan. Ingatannya kembali melayang ke kejadian yang
dialaminya semalam. Ketika ia bahkan tidak hanya sekadar bersentuhan tangan
dengan orang itu, ketika orang itu melindunginya. Perlu beberapa detik, sampai
akhirnya Yoo Ra menghembuskan napasnya yang mungkin sejak tadi di tahannya.
“Ya![1],
wonho-ya. Kenapa kau begitu tampan?” Gumamnya pada diri sendiri, ia tertawa
datar, “Kau bahkan tersenyum semanis itu untuk semua orang.”
Yoo Ra berjalan mendekati panggung yang
entah sejak kapan ada disana, mengikuti apa yang dilakukan fans – fans lain.
Seorang MC mengatakan bahwa acara akan segera dimulai. Member Cross Gene sudah
dikawal masuk ke ruangan di belakang panggung dengan selamat.
“Yoo Ra-ya!”
Terlihat Min Ah tersenyum sambil melambai
ke arahnya dari depan panggung. Yoo Ra balas tersenyum dan melambai balik.
Ia menghela napas dalam – dalam.
“Kajja, wonho-ya, kita memang harus bertemu
lagi. Setidaknya, aku harus mengucapkan salam padamu. Dan… aku ingin kau tahu
namaku. Walaupun mungkin, beberapa detik setelah aku mengatakannya, kau akan
langsung melupakannya.”
***
Flashback, setelah insiden di depan pintu
unit 2005.
“Agashi[2],
bisakah kau berikan ayam – ayamku?”
Yoo Ra seperti baru ditarik keluar ke
dunia nyata ketika suara itu terdengar olehnya. Ia segera tersadar, melepaskan
pelukan dan menatap ‘pria yang memeluknya’. Dan astaga! Ia merasa akan jadi
patung di sana.
Pria di hadapannya itu tersenyum lalu menghela
napas, “Baiklah, kurasa kau mengenaliku. Dan kau benar, aku Shin.”
“Kau… kau…” Mulut Yoo Ra seakan sulit
mengeluarkan kalimat yang lebih masuk akal dibanding mengulang kata ‘kau’
seperti yang dilakukannya saat ini.
“Ya kau benar, ini apartemen pribadiku.
Jangan kaget seperti itu.” Ujar Shin santai, seolah hal ini bukanlah hal yang
penting baginya. Ya tentu saja bukan hal penting untuk Shin, tapi untuk Yoo Ra,
hal ini bisa saja menjadi kejadian yang tak terlupakan seumur hidup.
Bagai orang bodoh yang baru melihat emas,
Yoo Ra hanya memandangi Shin tanpa bisa mengatakan apapun.
“Apa itu ayam pesananku?” tanya Shin
sambil menunjuk bungkusan yang Yoo Ra pegang.
Yoo Ra mengangguk pelan, tapi tak berniat
memberikan ayamnya. Apakah jika ia memberikan ayam ini, Shin akan langsung
mengambilnya, memberinya uang, kemudian masuk kembali? Seperti yang biasa
pelanggannya lakukan.
Tentu
saja. Memangnya apa yang kau harapkan, Park Yoo Ra?
Dalam diam, ia tahu apa yang sebenarnya
ia inginkan. Ia ingin melihat pria di hadapannya ini lebih lama, andai saja ia
bisa mengulur waktu, walaupun hanya satu menit, tapi…
Shin mengambil bungkusan ditangannya dan
masuk ke dalam apartemennya kembali. Tangan Yoo Ra bahkan masih mengambang di
udara. Pelan – pelan tapi pasti, rasa kecewa masuk ke dalam hatinya.
Tak sampai satu menit, Shin kembali dan
memberikan uang padanya.
“Ambil saja kembaliannya. Anggap saja
sebagai permintaan maafku karena insiden tadi.” Shin tersenyum manis.
Yoo Ra menatap uang di tangannya dan Shin
bergantian, “Tapi, itu buk…”
“Jangan khawatir, orang itu sudah pergi,”
Sela Shin sebelum Yoo Ra menyelesaikan kalimatnya, “Dia memang gila. Dia
tinggal di apartemen bawah, tapi terkadang suka berkeliling di malam hari.”
Yoo Ra tersenyum, walaupun mungkin
senyumnya terlihat kaku. Ia senang, Shin berusaha menjelaskan padanya.
“Lain kali, bisakah seorang pria yang
mengantarkan ayam untukku?”
Yoo Ra mengerjapkan mata, “Wae[3]?”
Shin mengangkat bahu, “Aku tahu kau
mendengarnya. Katakan itu pada bos mu.”
Setelah mengatakan hal itu, Shin berbalik
dan menutup pintu apartemennya.
Belum sempat Yoo Ra mencerna apa yang
akan terjadi, pria itu berjalan meninggalkannya. Dia mau kemana? Kenapa tidak
masuk ke dalam?
“Ikuti aku, aku akan mengantarmu sampai
lobi.”
***
Yoo
Ra mengikuti Shin ketika pria itu masuk lift. Shin terlihat santai, sementara
dirinya. Entahlah, sepertinya ia terlihat benar – benar buruk kali ini,
sungguh, ini benar – benar bukan dirinya.
“Gwenchana?[4]”
Yoo Ra menoleh dengan kikuk. Apa Shin
bertanya padanya? Pria itu tak menoleh, hanya menatap ke depan dengan tatapan
datar. Tapi, tak ada orang lain di lift itu selain mereka berdua.
Shin melanjutkan tanpa menunggu jawaban
dari Yoo Ra, “Aku harusnya tahu tanpa harus bertanya. Aku harusnya tahu
bagaimana rasanya.” Ia menghela napas, terdengar begitu berat dan lelah.
Ucapan itu lebih terdengar seperti
perkataan untuk dirinya sendiri. Yoo Ra diam – diam mengamati Shin, apa yang
sebenarnya ada di pikirannya? Ia tahu ada sesuatu yang mengganggu pikiran Shin
saat ini, tapi…
Bunyi denting satu kali membuat Yoo Ra
tersadar. Secepat itu, mereka tiba di lobi. Pintu lift terbuka, Shin menoleh
menatapnya, saat itu, tatapan mereka bertemu, dan refleks, Yoo Ra langsung
mengalihkan pandangan.
“Kau tidak ingin pergi?” tanya Shin.
“Oh, ne,” Yoo Ra merasa dirinya hampir
mati gugup. Pria ini benar – benar mempunyai kharisma yang mengerikan.
Bagaimana bisa berada di sampingnya membuat orang lain mati gugup?
Yoo Ra melangkah keluar lift, belum
sempat ia mengatakan apapun, Shin sudah menekan tombol lift. Sebelum pintu lift
tertutup, pria itu tersenyum sedikit dan berkata “Kau harus lebih berhati –
hati agashi…”
Pintu lift perlahan tertutup. Pada satu
detik terakhir sebelum pintu lift tertutup, Yoo Ra melihat wajah pria itu tertunduk
sedih. Tidak seperti Shin yang ia tahu selama ini. Bukan seperti idola yang ia
lihat tersenyum dan tertawa di layar televisi. Wajah sedih itu, jadi benar apa
yang sebelumnya ia pikirkan, ada sesuatu yang mengganggu pikiran Shin, tapi
apa?
Yoo Ra berbalik dan melangkah pelan menyusuri
lobi yang sepi.
Ada satu hal yang ia sadari dari
pertemuan tak terduga ini.
Bahwa sebenarnya mereka sama seperti yang
lainnya. Mereka juga manusia. Mereka juga punya kehidupan sendiri, punya
masalah mereka sendiri. Dan mungkin, mereka tidak ingin kehidupan pribadinya di
ekspos media berlebihan.
Ternyata, tidak mudah menjadi mereka. Yoo
Ra paham, terkadang tuntutan karier membuat mereka harus tampil di media dengan
tampilan yang selalu segar dan ceria, tapi, apa penggemar di luar sana tahu apa
yang sebenarnya dirasakannya?
Wajah sedih itu…
Seandainya ia tahu apa yang terjadi…
***
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan bahasa yang sopan dan mohon tidak menyebarkan link hidup di kolom komentar. Terima kasih.